Menerima pemotretan WEDDING CERRMONY PRE WEDDING WISUDA EVENT BIRTHDAY MODEL PRODUCT DLL CONTACT US 081368052602 PIN 2BC87F83 DISKON 30% SELAMA PROMOSI TRUST US TO CAPTURE YOUR SPECIAL MOMENT AND BRING OUT YOUR IMAGINATION TO REAL IMAGE

Monday, June 18, 2012

Polemik Pungli Satpam Kampus

Oleh : Didi Wirayuda

Terlihat satpam beristirahat usai mengamankan kampus
     Jam menunjukkan pukul 13.30. Rina Saltira, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komu­nikasi (FDIK) terburu-buru ke kampus. Ia kebut sepedamotor matic merah muda miliknya. Sesuai kesepakatan dengan dosen, ia tidak boleh terlambat, jika ingin mengikuti perkuliahan. Tiba di fakultas Rina langsung parkir kendaraan di sebelah kanan fakultas. Ia percepat langkah menaiki anak tangga menuju lokal. 
Sambil menunggu dosen di kelas, seorang teman ingin pinjam sepedamotornya. Rina lihat ke dalam tas. Kuncinya tidak ada, hilang. Ia coba cari lebih teliti. “Saya sudah cari dalam tas, bongkar dompet dan semuanya, tetap tidak ketemu,” ujarnya. Ia turun langsung cek ke area parkir. Sontak Reni cemas dan menangis. Honda Beat miliknya tidak lagi di tempat semula, Jumat 27 April 2012.
Tangisannya mengundang perhatian seorang satpam yang berjaga saat itu. Satpam pun bertanya sebab ia menangis.
Abang ada lihat motor saya tadi di sini?” tanya Rina terisak.
“Motor apa, Dek? warnanya apa?” tanya satpam lagi.
“Motor Beat warna pink, Bang,” jawab rina.
“Jadi itu motor, Adek. Tadi saya temukan kunci tertinggal di sepedamotor Adek, dan sudah diamankan di pos. Silakan jemput ke sana saja. Temui Bang Herman,” satpam memberikan penjelasan.
Rina bisa bernafas lega, kendaraannya tidak hilang. Bersama seorang teman Rina menuju pos satpam. Ia diminta menunjukkan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)  dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Rina baru sadar semua surat tersebut tertinggal di rumah.
Dengan berat hati Rina pulang mengambil surat-surat ke rumah. Saat ia kembali ke pos, satpam menegurnya. “Kesalahan kamu ini besar. Parkir sembarangan, di tepi jalan lagi,” ujar satpam. Rina lebih banyak diam. Satpam catat di jurnalnya, tentang data-data secara lengkap. Rina diminta tandatangan di buku tersebut. Kunci motor dikembalikan.
Baru saja akan beranjak pergi, Rina berhenti karena mendengar kata-kata satpam itu. “Adek sudah kehilangan, kan?! Untung kami yang menemukan. Kalau sempat orang lain, belum tentu motor Adek kembali,” katanya.
Rina coba minta penjelasan. “Memangnya harus ya, Bang. Ini kan sudah menjadi tugas Abang,” katanya. Sontak raut wajah satpam pun berubah. “Memangnya kami tukang parkir? Tugas kami menjaga gedung, bukan parkir. Lagian ini juga untuk uang kas,” jawabnya. “Kalau keberatan tidak usah saja, tapi kunci kami tahan,” satpam coba mengancam. Rina berikan Rp20 ribu.
Bagi Rina memberikan uang kepada satpam dengan paksaan bisa memberatkan mahasiswa. Menurutnya menjaga keamanan dan kenyamanan di kampus sudah menjadi tugas satpam. Kadang tidak semua mahasiswa sedang memiliki uang lebih.
Husnita, Mahasiswi Syariah dan Ilmu Hukum (Fasih), mengalami hal sama. Waktu itu ia terburu-buru mengantar tugas perkuliahan.  Sambil jalan ia sadar kunci sepedamotornya tinggal. Ia menuju parkiran. Tampak seorang satpam bersiap hendak bawa sepedamotornya. “Bang itu motor saya, jangan dibawa,” teriaknya mendekat. Satpam minta fotokopi STNK dan KTM.  Husnita berlalu menyiapkan syaratnya. Usai  fotokopi ia lihat kendaraannya sudah tidak di tempat. “Jemput ke pos saja, Dek,” kata satpam.
Husnita berikan syarat pengambilan sepedamotornya di pos satpam. Lalu ia diminta uang sukarela. Kontan saja Husnita menolak. Lalu temannya menengahkan.
Bang sudahlah, cuma ini aja, kenapa harus bayar?” sela temannya.
“Tidak bisa, Dek. Harus bayar, sudah aturannya begitu,” kata satpam.
Husnita berikan Rp10 ribu. Sebenarnya ia keberatan dengan pembayaran itu. “Itu kan sudah tugasnya, masa diminta juga. Kalau bisa masalah kunci tertinggal jangan dibawa ke kantor, pegang saja,” ujarnya.
Berdasar angket yang disebar Gagasan, mahasiswa ada memberikan dari Rp5 ribu hingga Rp50 ribu sebagai ucapan terimakasih. Namun tak sedikit juga mahasiswa yang hanya mengucapkan terimakasih.
Bagi Fero, seorang mahasiswa Fasih tidak keberatan memberikan uang sebagai ucapan terimakasih. Ia pernah mengalami hal serupa. “Kalau motornya hilang kan lebih banyak lagi uang keluar,” ucapnya. Saat itu ia mem­berikan Rp10 ribu secara sukarela.
Menanggapi hal ini, Nenong, koordinator lapangan (Korlap) satpam, merasa ini terjadi sebab kurang sosialisasi. Pihaknya sudah tempelkan himbauan agar mahasiswa berhati-hati memarkirkan kendaraannya. Satpam hanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kampus. “Kami sempat survei ke kampus lain. Di sana soal parkir ada yang menangganinya sendiri,” tambahnya.
Prosedur pengambilan sepedamotor tidak dipaksa memberikan sejumlah uang. “Mahasiswa beberapa kali memberikan uang Rp50 ribu, tapi kami tolak. Takutnya muncul kesalahpahaman,” sebutnya. Ia tidak ingin muncul fitnah karena mahasiswa salah menanggapi pemberian uang tersebut. Kecuali jika mahasiswa memberinya sebagai ucapan terimakasih.
Awal penugasasan pihaknya sudah rencanakan untuk mengadakan sosialisasi soal pengamanan kampus. Ia sudah beberapa kali menghadap ke bagian rumah tangga UIN Suska. “Pihak rektorat kembalikan kebijakannya di satpam,” ujarnya. Ia berharap civitas UIN Suska bekerjasama membantu menjaga keamanan dan ke­nyamanan kampus.
Kabag Rumah Tangga, Hanifah mengatakan maha­siswa selayaknya berpikir secara arif. “Kita tidak boleh menyalahkan satu pihak harus lihat dari berbagai pihak.” _Edo, Wilna


No comments:

Post a Comment