Beasiswa Dipa 2012 kembali diberikan. Pengumuman dan waktu terakhir mendaftar dirasa
singkat. Banyak yang tak jadi mendaftar.
Hari
itu Dara (nama samaran) seorang mahasiswi salah satu fakultas di UIN Suska
pergi ke ruangan akademik. Ia mau buat surat aktif kuliah untuk beasiswa
Daftar Isian Pelaksanan Anggaran (Dipa) 2010. Syarat sudah ia fotokopi, Kartu
Tanda Mahasiswa (KTM), transkip nilai sementara, dan lainnya.
Selang beberapa
hari, surat aktif kuliahnya tak kunjung keluar. Padahal waktu pendaftaran calon
penerima beasiswa mau ditutup. Ia kebingungan. “Ya udah sekalian nggak
usah diurus. Berbelit-belit,” cerita Dara di rumahnya, Minggu (11/3) lalu.
Senin, 27 Agustus
2010 beasiswa Dipa dicairkan lewat rekening. Sebelumnya nama penerima sudah
ditempel di mading fakultas. Ada mahasiswa mengeluh nama dengan nomor
rekeningnya tak sama.
Dara hanya bisa
ikut senang temannya dapat beasiswa. Ada rasa menyesal tak ikut mengurus.
Selang beberapa bulan, tiba-tiba ada mahasiswa tawarkan beasiswa Dipa padanya.
“Mau ngurus beasiswa nggak?” Kontan saja Dara jadi bingung.
Setahunya beasiswa Dipa sudah tutup beberapa bulan lalu. Orang tersebut coba
yakinkan Dara kalau kuota penerima beasiswa masih ada. Karena ragu tawaran itu
ia tolak. “ Ada tiga orang yang menawari saya beasiswa waktu itu,” kenangnya.
Untuk memastikan
info tersebut, Dara coba temui Pembantu Dekan III fakultasnya. Belum sempat ia
bertanya. Ia diajak urus beasiswa oleh temannya. Setelah dibujuk, Dara akhirnya
berubah pikiran. Ia tanya apa syarat yang perlu diurus. “Hanya fotokopi KTM dan buku rekening,” ujar orang yang
belakangan ia kenal sebagai calo.
Sekitar November 2010, ia dihubungi orang yang menguruskan beasiswa.
Dara diberi kabar beasiswa sebesar 1,2 juta sudah masuk ke rekeningnya. Ia coba
cek ke ATM. Benar, saldonya bertambah. Kemudian Dara tarik 700 ribu. Sebagai
ucapan terimakasih, Ia kasih 200 ribu kepada orang itu. Ternyata anggapannya
salah.
“Kok cuma segini?”
ujar calo. Dengan berat hati Dara berikan 400 ribu. “Jadi total semuanya saya
berikan 600 ribu,” sebut Dara sambil menunjukkan buku rekeningnya sebagai
bukti. Ia merasa telah ditipu oknum tersebut. “Karena awalnya dia nggak
bilang ada bagi-bagi gitu. Dara kira dia dibantu sukarela. Ternyata
sistemnya ‘belah semangka’.”
Tahun ini pun ia
kembali dibujuk calo urus beasiswa Dipa. Tawaran datang dari salah satu oknum
pegawai di fakultasnya. “Mau tidak, beasiswa yang tersendat diurus? Tapi
seperti biasa ya,” ujar pegawai tersebut penuh maksud. Dara paham. Tiap
mahasiswa yang nanti beasiswanya jebol, harus berikan minimal 50 ribu untuk
oknum tersebut. Kali ini ia tak mau urus.
Dara risih dengan
adanya kegiatan para calo tersebut. Tidak sedikit yang menjadi korban. Ia
berharap tiap oknum yang terlibat segera ditindak. “Supaya dapat terbongkar
sampai ke akar-akarnya. Diberantas !”
Hal ini tak dialami
Dara seorang, Ani (nama samaran) ini juga pernah ditawari ‘beasiswa ala calo’.
“Iya memang ada, saya waktu itu diajak teman saya,” katanya. Syaratnya
menyerahkan KTM, Nomor Rekening, Kartu Tanda Pembayaran SPP. “Nanti uangnya
diambil lewat rekening,” tambahnya.
Banyak Mahasiswa
mengeluhkan adanya praktek pencaloan ini. Keluhan sampai ke jejaring sosial.
Berry membuat postingan yang menyayangkan kurangnya informasi mengenai
beasiswa di UIN.
Berry tulis di
facebooknya kalau ia pernah ditawari urus beasiswa oleh temannya ketika
semester I. Tapi ada syaratnya. Beasiswa dibagi dua kalau sudah dapat. “Saya
tidak tau siapa orang dalam UIN yang mengurus beasiswa seperti itu.
Kalau tidak percaya tanya saja dengan teman saya,” tulis Berry.
Lamanya urusan
birokrasi kampus menjadi celah bagi calo. Syarat yang ringan dan hanya perlu
memberikan “tanda terima kasih” yang ditawari calo membuat beberapa mahasiswa
tergoda.
Agus, Mahasiswa
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK). Ketika semester I, ia pernah dapat
info beasiswa. Karena tidak masuk kategori penerima beasiswa, ia akhirnya
enggan ikut mengurus. Lalu ada pegawai fakultas yang ia kenal menawarinya urus
beasiswa. “Syaratnya fotokopi KTM dan buku tabungan,” katanya. Ia ikut saja.
Dan tidak pakai perjanjian ada ‘ucapan terima kasih’. “Murni membantu saja,”
katanya.
Hasil penelusuran
tim liputan Gagasan, praktek pencaloan terjadi di kalangan sesama
mahasiswa maupun oknum pegawai sejak lama. Di beberapa fakultas, calo mencari
korban dengan cara diam-diam. Ia akan mendekati orang yang ia kenal. Lalu
dibujuk untuk mengurus dan mengajak mahasiswa lain.
Menurut salah satu
calo yang enggan disebutkan namanya, ia memiliki jaringan di fakultas yang akan
mengurus ke rektorat. Ia mengaku sudah dua tahun lakukan praktek ini. “Saya
mulai dari semester IV. Ada enam orang yang jadi calo di kelas saya,” katanya.
Tidak semua calo
punya niat sama. Ada yang beralasan membantu. Namun tak sedikit juga yang ingin
cicipi untungnya.
Praktek para calo ini tak selamanya berjalan
mulus. Oni (nama samaran), mahasiswa salah satu fakultas di UIN Suska juga
mengaku pernah menguruskan beasiswa Dipa untuk 30 orang. Setelah semua bahan
dikumpul, ia langsung antar kepada ‘orang dalam.’ Beberapa bulan berselang,
beasiswa yang dijanjikan tak kunjung didapat. Mahasiswa yang ia bantu mulai
keberatan. “Pada saat itu , kayaknya sudah ketahuan,” tuturnya.
SELAMA 30 menit seorang calo
beasiswa DIPA dari salah satu Fakultas UIN Suska menuturkan pengalamannya
kepada wartawan Gagasan. Ditemui saat jam istirahat, ia bersedia
diwawancara asal identitasnya dirahasiakan.
Tahun 2010 saya ditawari teman untuk cari beberapa mahasiswa.
Saya tanya untuk apa? Dia bilang untuk dibantu mengurus beasiswa DIPA. Dia
janjikan pasti dapat. Katanya dia punya kenalan di rektorat, yang bisa bantu
uruskan.
Waktu
itu dia bilang dari pada uangnya kembali ke Departemen agama (Depag), lebih
bagus dibagi-bagi buat mahasiswa. Saya setuju saja. Soalnya bisa sekalian bantu
teman-teman saya yang belum dapat. Mulai sejak itu saya jadi calo.
Syarat
beasiswanya seperti biasa. Setelah saya dapat nama-nama yang mau mengurus,
teman tadi antarkan kepada kenalannya di rektorat. Identitasnya nggak bisa
saya kasih tahu. Takut nanti bermasalah. Habis itu mereka yang urus semuanya.
Di
fakultas saya tidak sendiri jadi calo. Kalau calo lain yang urus, biasanya
ditanya dulu ke Pembantu Dekan III fakultas.
Apa masih ada kuota yang bersisa. Biar tidak ketahuan pihak fakultas, dia
harus tunggu semua bahan beasiswa dari semua fakultas sampai ke rektorat. Baru
bisa main “orang dalam”.
Saya
kurang tahu tentang pihak fakultas yang ikut terlibat. Tapi saya pernah dengar
ada juga pegawai yang minta carikan mahasiswa untuk urus beasiswa. Kalau lewat
saya, langsung ke rektorat.
Sampai
sekarang saya sudah bantu puluhan mahasiswa. Ya, dari semua fakultas bisa
diuruskan. Kebanyakan memang semester IV dan VII.
Tapi
kata orang “dalam”, selama masih mahasiswa UIN Suska bisa di urus lewat “belakang.”
Setelah
beasiswa Rp 1,2 juta itu cair lewat rekening, kadang mahasiswa yang saya bantu
tadi, ngasih uang ke saya. Ada yang kasih 50 ribu bahkan lebih. Saya nggak pakai
sistem “belah semangka,” paling dibagi 30 persen.
Kalau
dari teman yang urus ke rektorat, dia dikasih persenan dari sana sampai 4
jutaan. Baru nanti dibagi sama saya dan kawan lainnya. Sesuai perjanjian awal,
mulai dari 300 ribu sampai 500 ribu.
Itu
pun ngasihnya bertahap, totalnya saya pernah sampai dapat satu juta. “Orang
dalam” bagiannya lebih besar, dia ngak mau sedikit.
Sampai
saat ini kami belum pernah ketahuan. Sebenarnya saya takut juga ikut kayak
gini, tapi kayak mana lagi soalnya dapat bagian. Jangan sampailah ketahuan,
bisa mampus saya.
***
Pihak Fakultas pun
mengaku baru mendengar info ini langsung ambil sikap. Dr H Abdul Wahid M Us,
Pembantu Dekan III Fakultas Ushuluddin, selama ini belum pernah mendengar ada
calo beasiswa di fakultasnya. “Kalau sempat ada, saya akan selesaikan dengan
tegas dan beri sanksi yang setimpal,” katanya.
Ia menyayangkan
jika benar ada calo beasiswa di UIN Suska. “Itu merupakan tindakan yang tidak
baik karena ada yang dirugikan.” Baginya tidak seharusnya ada calo di kampus
Islami ini. Mahasiswa juga tidak dibenarkan menggunakan jasa calo. “Walaupun
anak saya, keponakan saya, biar dia yang urus sendiri,” tutupnya.
Senada hal itu,
Akbarizan, Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (Fasih) belum mendengar ada
calo di fakultasnya. “Jika ada pegawai yang terlibat bisa saja pangkatnya turun
atau tak dapat tunjangan, sesuai dengan
aturan pegawai,” berangnya.
Ia berharap bila
ada mahasiswa Fasih yang jadi korban calo, langsung melapor ke pihaknya. Ia
berjanji akan melindungi saksi. “Jika perlu kita buat lembaga perlindungan
saksi dan korban untuk itu. Tolong tunjukkan pada saya, siapa orangnya,”
katanya.
Pihak rektorat tak
kalah heran. Kepala Bagian Kemahasiswaan, Dra Eli Sabrifha M Ag, geram
mendengar adanya praktek calo dalam pengurusan beasiswa Dipa. “Laporkan sama
ibuk siapa orangnya. Ibuk tidak mau sekedar isu. Itu bisa dipidana tu,”
ujarnya. Ia memang pernah dengar adanya oknum yang bermain. Kini ia tengah
mengusut untuk mencari bukti di lapangan.
Ia tak terima jika
ada perjanjian seperti ‘belah semangka’. “Kalau ucapan terima kasih tidak
masalah. Tapi kalau udah ada perjanjian, itu tidak bisa diterima,” tegasnya.
Selama ini,
menurutnya tak ada beasiswa yang ditutupi. Terkadang instansi luar beri kuota
sedikit untuk UIN. Sehingga kebijakan diberikan pada fakultas untuk
merekomendasikan, agar tidak terjadi polemik di kalangan mahasiswa.
Pembantu Rektor III
Sementara, Promadi, ketika dijumpai di ruangannya juga baru mendengar ada
praktek calo beasiswa. “Itu seperti apa calonya? Mahasiswa kan mengurus
beasiswa langsung ke fakultas. Terus di mana letak calonya?” tanyanya. Pikirnya
jika calo memang ada, itu akan sulit dilacak.
Ia tegaskan
mahasiswa untuk tidak menggunakan calo dalam pengurusan beasiswa. “Kalau
mahasiswa itu pintar dia tidak akan menggunakan calo,” ujarnya. Baginya kadang
ada mahasiswa itu pintar, tapi ‘bodoh’. Dalam artian ada mahasiswa yang kurang
bersosialisasi, tidak tahu caranya dan takut masuk ke kantor pegawai. “Nggak
ada yang perlu ditakutkan,” katanya. Lantas ia melegalkan cara calo.
Munzir Hitami,
Pembantu Rektor I sudah mendapat kabar ada calo yang bermain dalam beasiswa
Dipa. Dan pihaknya kini tengah mencari bukti kebenaran info tersebut. Jika
benar, oknum akan diberi sanksi sesuai kode etik. Menurutnya memperkaya diri
sendiri itu termasuk tindak korupsi dan otomatis itu pelanggaran berat. “Kalau
calo itu pegawai, maka jabatannya diturunkan satu tingkat atau diberhentikan
secara tidak hormat,” tegasnya.
Beasiswa Dipa untuk
mahasiswa. Bukan lahan basah mencari keuntungan pribadi. Korban berharap calo
diberantas dan tak berkembang di institusi Islami tercinta ini. Alex,
Riki, Didi, Wilna
hahaha iya,,mantapkan :)
ReplyDelete