Menerima pemotretan WEDDING CERRMONY PRE WEDDING WISUDA EVENT BIRTHDAY MODEL PRODUCT DLL CONTACT US 081368052602 PIN 2BC87F83 DISKON 30% SELAMA PROMOSI TRUST US TO CAPTURE YOUR SPECIAL MOMENT AND BRING OUT YOUR IMAGINATION TO REAL IMAGE

Tuesday, April 17, 2012

ADA CALO BEASISWA DIPA


Oleh : Didi Wirayuda

Beasiswa Dipa 2012 kembali diberikan. Pengumuman  dan waktu terakhir mendaftar dirasa singkat.  Banyak yang tak jadi mendaftar.

Hari itu Dara (nama samaran) seorang mahasiswi salah satu fakultas di UIN Suska pergi ke ruangan akademik. Ia mau buat surat aktif kuliah untuk bea­siswa Daftar Isian Pelaksanan Anggaran (Dipa) 2010. Syarat sudah ia fotokopi, Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), transkip nilai sementara, dan lainnya.
Selang beberapa hari, surat aktif kuliahnya tak kunjung keluar. Padahal waktu pendaftaran calon penerima bea­siswa mau ditutup. Ia kebingungan. “Ya udah sekalian nggak usah diurus. Berbelit-belit,” cerita Dara di rumahnya, Minggu (11/3) lalu.


Senin, 27 Agustus 2010 beasiswa Dipa dicairkan lewat rekening. Sebelumnya nama penerima sudah ditempel di mading fakultas. Ada mahasiswa mengeluh nama dengan nomor rekeningnya tak sama.
Dara hanya bisa ikut senang temannya dapat beasiswa. Ada rasa menyesal tak ikut mengurus. Selang beberapa bulan, tiba-tiba ada mahasiswa tawarkan beasiswa Dipa padanya. “Mau ngurus beasiswa nggak?” Kontan saja Dara jadi bingung. Setahunya beasiswa Dipa sudah tutup beberapa bulan lalu. Orang tersebut coba yakinkan Dara kalau kuota penerima beasiswa masih ada. Karena ragu tawaran itu ia tolak. “ Ada tiga orang yang menawari saya beasiswa waktu itu,” kenangnya.
Untuk memastikan info tersebut, Dara coba temui Pembantu Dekan III fakul­tasnya. Belum sempat ia bertanya. Ia diajak urus beasiswa oleh temannya. Setelah dibujuk, Dara akhirnya berubah pikiran. Ia tanya apa syarat yang perlu diurus. “Hanya fotokopi  KTM dan buku re­kening,” ujar orang yang belakangan ia kenal sebagai calo.
 Sekitar November 2010,  ia dihubungi orang yang menguruskan beasiswa. Dara diberi kabar beasiswa sebesar 1,2 juta sudah masuk ke rekeningnya. Ia coba cek ke ATM. Benar, saldonya bertambah. Kemudian Dara tarik 700 ribu. Sebagai ucapan terimakasih, Ia kasih 200 ribu kepada orang itu. Ternyata anggapannya salah.
“Kok cuma segini?” ujar calo. Dengan berat hati Dara berikan 400 ribu. “Jadi total semuanya saya berikan 600 ribu,” sebut Dara sambil menunjukkan buku reke­ningnya sebagai bukti. Ia merasa telah ditipu oknum tersebut. “Karena awalnya dia nggak bilang ada bagi-bagi gitu. Dara kira dia dibantu sukarela. Ternyata sistem­nya ‘belah semangka’.”
Tahun ini pun ia kembali dibujuk calo urus beasiswa Dipa. Tawaran datang dari salah satu oknum pegawai di fakultasnya. “Mau tidak, beasiswa yang tersendat diurus? Tapi seperti biasa ya,” ujar pegawai tersebut penuh maksud. Dara paham. Tiap mahasiswa yang nanti bea­siswanya jebol, harus berikan minimal 50 ribu untuk oknum tersebut. Kali ini ia tak mau urus.
Dara risih dengan adanya kegiatan para calo tersebut. Tidak sedikit yang menjadi korban. Ia berharap tiap oknum yang terlibat segera ditindak. “Supaya dapat terbongkar sampai ke akar-akarnya. Diberantas !”
Hal ini tak dialami Dara seorang, Ani (nama samaran) ini juga pernah ditawari ‘beasiswa ala calo’. “Iya memang ada, saya waktu itu diajak teman saya,” katanya. Syaratnya menyerahkan KTM, Nomor Rekening, Kartu Tanda Pem­bayaran SPP. “Nanti uangnya diambil lewat rekening,” tambahnya.
Banyak Mahasiswa mengeluhkan adanya praktek pencaloan ini. Keluhan sampai ke jejaring sosial. Berry membuat postingan yang menyayangkan kurang­nya informasi mengenai beasiswa di UIN.
Berry tulis di facebooknya kalau ia pernah ditawari urus beasiswa oleh temannya ketika semester I. Tapi ada syaratnya. Beasiswa dibagi dua kalau sudah dapat. “Saya tidak tau siapa orang dalam UIN yang mengurus beasiswa seperti itu. Kalau tidak percaya tanya saja dengan teman saya,” tulis Berry.
Lamanya urusan birokrasi kampus menjadi celah bagi calo. Syarat yang ringan dan hanya perlu memberikan “tanda terima kasih” yang ditawari calo membuat beberapa mahasiswa tergoda.
Agus, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK). Ketika semester I, ia pernah dapat info beasiswa. Karena tidak masuk kategori penerima beasiswa, ia akhirnya enggan ikut me­ngurus. Lalu ada pegawai fakultas yang ia kenal menawarinya urus beasiswa. “Syaratnya fotokopi KTM dan buku tabungan,” katanya. Ia ikut saja. Dan tidak pakai perjanjian ada ‘ucapan terima kasih’. “Murni membantu saja,” katanya.
Hasil penelusuran tim liputan Ga­gasan, praktek pencaloan terjadi di kalangan sesama mahasiswa maupun oknum pegawai sejak lama. Di beberapa fakultas, calo mencari korban dengan cara diam-diam. Ia akan mendekati orang yang ia kenal. Lalu dibujuk untuk mengurus dan mengajak mahasiswa lain.
Menurut salah satu calo yang enggan disebutkan namanya, ia memiliki jaringan di fakultas yang akan mengurus ke rek­torat. Ia mengaku sudah dua tahun lakukan praktek ini. “Saya mulai dari semester IV. Ada enam orang yang jadi calo di kelas saya,” katanya.
Tidak semua calo punya niat sama. Ada yang beralasan membantu. Namun tak sedikit juga yang ingin cicipi untung­nya.
 Praktek para calo ini tak selamanya berjalan mulus. Oni (nama samaran), mahasiswa salah satu fakultas di UIN Suska juga mengaku pernah mengu­ruskan beasiswa Dipa untuk 30 orang. Setelah semua bahan dikumpul, ia la­ngsung antar kepada ‘orang dalam.’ Beberapa bulan berselang, beasiswa yang dijanjikan tak kunjung didapat. Ma­hasiswa yang ia bantu mulai keberatan. “Pada saat itu , kayaknya sudah keta­huan,” tuturnya.

SELAMA 30 menit seorang calo beasiswa DIPA dari salah satu Fakultas UIN Suska menuturkan pengalamannya kepada wartawan Gagasan. Ditemui saat jam istirahat, ia bersedia diwawancara asal identitasnya dirahasiakan.

Tahun 2010 saya ditawari te­man untuk cari beberapa ma­ha­siswa. Saya tanya un­tuk apa? Dia bilang untuk dibantu mengurus beasis­wa DIPA. Dia janjikan pasti dapat. Kata­nya dia punya kenalan di rektorat, yang bisa bantu uruskan.
Waktu itu dia bilang dari pada uangnya kembali ke Departemen agama (Depag), lebih bagus dibagi-bagi buat mahasiswa. Saya setuju saja. Soalnya bisa sekalian bantu teman-teman saya yang belum dapat. Mulai sejak itu saya jadi calo.
Syarat beasiswanya seperti biasa. Setelah saya dapat nama-nama yang mau mengurus, teman tadi antarkan kepada kenalannya di rek­torat. Iden­titas­nya nggak bisa saya kasih tahu. Takut nanti ber­masalah. Habis itu mereka yang urus semuanya.
Di fakultas saya tidak sendiri jadi calo. Kalau calo lain yang urus, bia­sanya ditanya dulu ke  Pembantu Dekan III fakultas. Apa masih ada kuota yang bersisa. Biar tidak keta­huan pihak fakultas, dia harus tunggu semua bahan beasiswa dari semua fakultas sampai ke rektorat. Baru bisa main “orang dalam”.
Saya kurang tahu tentang pihak fa­kultas yang ikut terlibat. Tapi saya pernah dengar ada juga pegawai yang minta carikan mahasiswa untuk urus beasiswa. Kalau lewat saya, langsung ke rektorat.
Sampai sekarang saya sudah bantu puluhan mahasiswa. Ya, dari semua fakultas bisa diuruskan. Kebanyakan memang semester IV dan VII.
Tapi kata orang “dalam”, selama masih ma­hasiswa UIN Suska bisa di urus lewat “bela­kang.”
Setelah beasiswa Rp 1,2 juta itu cair lewat rekening, kadang ma­hasiswa yang saya bantu tadi, ngasih uang ke saya. Ada yang kasih 50 ribu bahkan lebih. Saya nggak pakai sistem “belah se­mangka,” paling dibagi 30 persen.
Kalau dari teman yang urus ke rektorat, dia dikasih persenan dari sana sampai 4 jutaan. Baru nanti dibagi sama saya dan kawan lainnya. Sesuai per­janjian awal, mulai dari 300 ribu sampai 500 ribu.
Itu pun ngasihnya bertahap, total­nya saya pernah sampai dapat satu juta. “Orang dalam” ba­gian­nya lebih besar, dia ngak mau sedikit.
Sampai saat ini kami belum pernah ketahuan. Sebenarnya saya takut juga ikut kayak gini, tapi kayak mana lagi soalnya dapat bagian. Jangan sam­pailah ketahuan, bisa mampus saya.

***
Pihak Fakultas pun mengaku baru mendengar info ini langsung ambil sikap. Dr H Abdul Wahid M Us, Pembantu Dekan III Fakultas Ushuluddin, selama ini belum pernah mendengar ada calo bea­siswa di fakultasnya. “Kalau sempat ada, saya akan selesaikan dengan tegas dan beri sanksi yang setimpal,” katanya.
Ia menyayangkan jika benar ada calo beasiswa di UIN Suska. “Itu merupakan tindakan yang tidak baik karena ada yang dirugikan.” Baginya tidak seharusnya ada calo di kampus Islami ini. Mahasiswa juga tidak dibenarkan menggunakan jasa calo. “Walaupun anak saya, keponakan saya, biar dia yang urus sendiri,” tutupnya.
Senada hal itu, Akbarizan, Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (Fasih) belum mendengar ada calo di fakultasnya. “Jika ada pegawai yang terlibat bisa saja pangkatnya turun atau tak dapat  tun­jangan, sesuai dengan aturan pegawai,” berangnya.
Ia berharap bila ada mahasiswa Fasih yang jadi korban calo, langsung melapor ke pihaknya. Ia berjanji akan melindungi saksi. “Jika perlu kita buat lembaga perlindungan saksi dan korban untuk itu. Tolong tunjukkan pada saya, siapa orang­nya,” katanya.
Pihak rektorat tak kalah heran. Kepala Bagian Kemahasiswaan, Dra Eli Sabrifha M Ag, geram mendengar adanya praktek calo dalam pengurusan beasiswa Dipa. “Laporkan sama ibuk siapa orangnya. Ibuk tidak mau sekedar isu. Itu bisa dipidana tu,” ujarnya. Ia memang pernah dengar adanya oknum yang bermain. Kini ia tengah mengusut untuk mencari bukti di lapangan.
Ia tak terima jika ada perjanjian seperti ‘belah semangka’. “Kalau ucapan terima kasih tidak masalah. Tapi kalau udah ada perjanjian, itu tidak bisa diterima,” tegas­nya.
Selama ini, menurutnya tak ada bea­siswa yang ditutupi. Terkadang instansi luar beri kuota sedikit untuk UIN. Se­hingga kebijakan diberikan pada fakultas untuk merekomendasikan, agar tidak terjadi polemik di kalangan mahasiswa.
Pembantu Rektor III Sementara, Pro­ma­di, ketika dijumpai di ruangannya juga baru mendengar ada praktek calo beasis­wa. “Itu seperti apa calonya? Mahasiswa kan mengurus beasiswa langsung ke fakultas. Terus di mana letak calonya?” tanyanya. Pikirnya jika calo memang ada, itu akan sulit dilacak.
Ia tegaskan mahasiswa untuk tidak menggunakan calo dalam pengurusan beasiswa. “Kalau mahasiswa itu pintar dia tidak akan menggunakan calo,” ujarnya. Baginya kadang ada mahasiswa itu pintar, tapi ‘bodoh’. Dalam artian ada mahasiswa yang kurang bersosialisasi, tidak tahu caranya dan takut masuk ke kantor pegawai. “Nggak ada yang perlu dita­kutkan,” katanya. Lantas ia melegalkan cara calo.
Munzir Hitami, Pembantu Rektor I sudah mendapat kabar ada calo yang bermain dalam beasiswa Dipa. Dan pihak­nya kini tengah mencari bukti kebenaran info tersebut. Jika benar, oknum akan diberi sanksi sesuai kode etik. Menurutnya memperkaya diri sendiri itu termasuk tindak korupsi dan otomatis itu pela­nggaran berat. “Kalau calo itu pegawai, maka jabatannya diturunkan satu tingkat atau diberhentikan secara tidak hormat,” tegasnya.
Beasiswa Dipa untuk mahasiswa. Bukan lahan basah mencari keuntungan pribadi. Korban berharap calo diberantas dan tak berkembang di institusi Islami tercinta ini. Alex, Riki, Didi, Wilna


 


1 comment: